Selasa, 29 April 2008

RESEP TERBANG KE DUNIA FILSAFAT

  1. Anda harus belajar menjadi pemula karena akan timbul rasa heran (keheranan). Filsafat berawal dari rasa heran.
  2. Jangan percaya begitu saja terhadap segala yang ada tapi selalu mempersoalkannya
  3. Lucutilah ciri-ciri kongkret yang anda lihat dan temukanlah ciri umum dalam hal kongkret itu contoh hal yang kongkret seperti bentuk, warna, berat dst. Contoh hal yang umum/abstrak seperti keluasan, materi, roh, ada, substansi dst.
  4. Carilah titik pangkal dari segala sesuatu yang anda amati. Seperti manakah yang lebih dulu, buah mangga yang anda lihat atau pikiran anda tentang mangga? Dalam hal ini anda harus memilih salah satu, maka anda akan menemukan posisi anda dalam menjelaskan segala sesuatu.
  5. Berfikirlah secara totalitas/ keseluruhan bukan bagian-bagian (hindarilah pandangan ‘mata dekat’ dan upayakan untuk memiliki pandangan ‘mata jauh’) (Budi Hardiman, Filsafat Modern)

Kamis, 03 April 2008

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN DASAR (Tugas Kritik Buku pada Program Short Course Bagi Dosen PGSD/MI di UPI Bandung Pebruari 2008)

Karya Prof. Dr. Waini Rasyidin dengan judul modul "Landasan Filosofis Pendidikan Dasar" merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi dunia pendidikan. Dengan latar belakang keilmuan yang mumpuni, beliau berupaya membongkar dasar-dasar pendidikan dari sudut pandang histories, filosofis, psikologis, pedagosis, sosiologis hingga pada tantangan yang menghalanginya.
Buku ini menjelaskan bahwa pendidikan khususnya pendidikan dasar itu sangat penting dan akan menentukan masa depannya, sementara bangsa ini menurut waini sebagian besar baru mampu menempuh pendidikan dasar antara lain karena kemiskinan pada hal belum diadakan lagi sekolah gratis. Selanjutnya beliau juga mengungkapkan bahwa masalah kebutuhan pendidikan di Indonesia telah lama dikenali yaitu pendidikan harus mampu mengisi dan menjadi isi dari kemerdekaan.bangsa. Tetapi seperti halnya penanggulangan kemiskinan, pembinaan pendidikan dan persekolahan RI selama periode 1950-2000 (paruh kedua abad 20) belum memuaskan kecuali aspek kuantitas distribusi pendidikan dasar namun tanpa wajib belajar (Wajar) di sekolah. Pendidikan/pengajaran SD harus merakyat atau paling akrab dengan rakyat agar anak-anak selain dididik guru melalui pembelajaran, juga dididik melalui partisipasi sosial pada kegiatan masyarakat sekitar. Misalnya melalui Pekan gotong royong kebersihan jalan umum, Kampanye air bersih, hari Bumi, vaksinasi dengan palang merah remaja. Oleh karena itu mahasiswa perlu mengenali latar historis pendidikan dan perkembangan maksud/tujuannya. Sehubungan dengan tuntutan demokrasi dan ideologi-filosofis Pancasila, aspek dimensi-dimensi filosofis pendidikan dasar khususnya SD perlu klarifikasi bagi tuntasnya masalah kuantitas (pemerataan mutlak distribusi) pendidikan di SD. Juga masalah kualitas pendidikan harus dibenahi sekuranya sejak SLTP atau kalau bisa dari sejak kelas tinggi SD bagi optimasi pertumbuhan IQ, kesehatan jasmani dan perilaku sosial..
Dalam deskripsi singkat modul Landasan filosofis pendidikan dasar ini, beliau menulis bahwa persekolahan jenjang SD tidak sekedar melaksanakan pengajaran/pembelajaran atas dasar kurikulum standar nasional dan GBPP lokal. Pengajaran di SD setempat juga dilaksanakan secara holistik dalam arti pengajaran yang mendidik, lebih-lebih melalui pembelajaran tematik di kelas rendah (primary) dan pengajaran di kelas tinggi (intermediate) terutama berciri pembelajaran terpadu. Juga SD perlu dilengkapi dengan program ekstra-kurikulum dan ko-kurikulum agar pendidikan anak/awal remaja terlaksana seimbang antara mendidik dan mengajar. Pemerataan optimal SD yang lebih berfokus kuantitas terus diperjuangkan agar pembinaan kualitas mendidik lebih beradab dan berkeadilan untuk semua anak tanpa kecuali
Buku ini ditulis dengan maksud untuk:
Mengenali konsep pendidikan berdasarkan tindakan mendidik dalam relasi pergaulan manusiawi bagi perkembangan individual, maupun daya-upaya masyarakat melimpahkan nilai-nilai budaya kepada generasi manusia muda sebagai alat bagi perkembangan terbaik manusia yang bakal mampu membina kesejahteraan masyarakat..
Memahami makna, maksud dan cita-cita (tujuan-tujuan jangka panjang) pendidikan bagi kepentingan individu dan masyarakat bangsa melebihi tujuan pengajaran di sekolah dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran (instruksional)
Memahami dimensi-dimensi filosofis dari pemerataan distribusi dan partisipasi pendidikan dasar dan SD sesuai filsafat/ideologi persatuan Pancasila
Berkepedulian terhadap kesenjangan atau diskrepansi antara konsep ideal pendidikan nasional dengan situasi aktual pendidikan dasar yang belum berkeadilan khususnya di kebanyakan daerah-daerah di Indonesia.
Akhirnya, sebagai manusia biasa, Waini dalam menulis buku ini sudah tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan baik dari sisi design cover, penjilidan, isi, sistematika penulisan dan lain sebagainya. Namun, harus kita akui bahwa sekali lagi buku ini telah banyak menyumbangkan pemikiran dalam bidang pendidikan khususnya terkait dengan landasan (dasar-dasar) kependidikan. Selain itu, dalam mempelajari buku ini, beliau melengkapinya dengan perumusan tujuan yang jelas, petunjuk belajar yang mengantarkan pembaca pada pemahaman yang maksimal serta alat ukur/evaluasi yang baik.
Sedangkan kelemahannya, saya kira bila dilihat dari sisi sebagaimana disebutkan di atas, buku ini kurang memenuhi standar. Dari sisi design cover tidak mencerminkan adanya unsur seni sehingga tidak menarik dan terkesan buku mati. Sedangkan dari sisi sistematika penulisan per-bab terkesan seperti bunga rampai-di mana bab yang satu dengan bab yang lainnya tidak padu. Dan masih banyak lagi kelemahan-kelemahannya seperti penjilidan, kualitas kertas cover masih di bawah standar kualitas baik.

ANALISIS KEBIJAKAN (Tugas UAS Short Course Bagi Dosen PGSD/MI di Uneversitas Pendidikan Indonesi Bandung 28 Pebruari 2008)

A. lDE KEBlJAKAN
Dalam era globalisasi dan pasar bebas, kita dihadapkan pada perubahan-perubahan yang tidak menentu. Ibarat nelayan di lautan lepas yang dapat menyesatkan jika tidak memiliki kompas sebagai pedoman untuk bertindak dan mengarunginya. Hal ini telah mengakibatkan hubungan yang tidak linear antara pendidikan dan dunia kerja karena apa yang terjadi di lapangan erja sulit diikuti oleh dunia pendidikan, sehingga terjadi kesenjangan. Menanggapi hal tersebut dan krisis moneter yang melanda Negara-negara Asia akhir-akhir ini Direktur Pasifk Ekonomic Cooperation menyataan bahwa bangsa-bangsa khususnya di Asia Pasifik perlu mempunyai outward and forward looking. Pembangunan nasional jangan hanya melhat kebutuhan internal masyaraat dan bangsa, tetapi juga pandangan tersebut perlu dijalin dengan pandangan keluar dan ke depan, masyarakat dan bangsa kita adalah bagian dari suatu masyarakat dunia yang semakin menyatu.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, berbagai analisis menunjukkan bahwa Pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada berbagai krisis yang perlu mendapat penanganan secepatnya di antaranya berkaitan dengan masalah relevensi atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Dalam kerangka inilah pemerintah menggagas KTSP, sebagai tindak lanjut kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi. KTSP merupakan kurikulum operasional yang pengembangannya diserahkan kepada daerah dan satuan pend id i kan .dengan demikian, diharapkan melalui KTSP ini jurang pemisah yang semakin menganga antara pendidikan dan pembangunan serta kebutuhan dengan dunia kerja dapat segera teratasi.
B. ACUAN NlLAl KEBlJAKAN
Acuan operasional penyusunan KTSP sedikitnya mencakup 12 poin yakni: peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik; keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan; dinamika perkembangan global; persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan; kondisi sosial budaya setempat; kesetaraan jender dan karakteristik satuan pendidikan
C. FORMULASl KEBlJAKAN
Formulasi Kebijakan Kurikulum ini sebagaimana dijelaskan oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut:
UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Dalam UU Sisdiknas dikemukakan bahwa SNP (Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.
PP nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
PP No. 19 tahun 2005 adalah peraturan tentang SNP. SNP merupakan criteria minimal tentang system pendidikan di seluruh wilayah NKRI. Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam peraturan tersebut dijelaskan tentang KTSP dan hal-hal yang terkait dengannya.
Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Permendiknas no 22 th 2006 ini mengatur tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut standar isi, mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis penidikan tertentu.
Permendiknas nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Permendiknas no 23 th 2006 ini mengatur tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.. SKL meliputi SKL minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, SKL minimal kelompok mata pelajaran, dan SKL minimal mata pelajaran yang akan bermuara pada kompetensi dasar.
Permendiknas nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas no. 22, dan 23.
Peraturan ini mengatur tentang pelaksanaan SKL dan Standar Isi. Dalam peraturan ini dikemukakan bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan.
D. TEORl
Kata kurikulum, berasal dari bahasa latin (Yunani), yakni cucere yang berubah menjadi kata benda curriculum. Kurikulum, jamaknya curicula, yang pertama kali dipakai dalam dunia atlantik. Kurikulum dalam arti sempit adalah " a course, esp a specific fixed course of study, as in school or college, as one leading to a degree.1" kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang harus di tempuh untuk mendapatkan ijazah atau naik tingkat. Kurikulum secara umum adalah rangkaian semua program kegiatan yang telah di rencanakan dan diterapkan oleh masing-masing lembaga pendidikan baik sekolah dasar maupun perguruan tinggi hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Robert Zaiz "curriculum is a resourse of subject matters to be mastered 2" kurikulum adalah serangkaian mata pelajaran yang harus dikuasai.
Sedangkan pengertian kurikulum dalam arti luas, Ronald Doll mengemukakan bahwa kurikulum …all the experiences which are offered to learnes under the auspices or direction of the school. Kurikulum adalah semua pengalaman yang disajikan kepada murid di bawah naungan atau bimbingan sekolah, berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh William B. Ragan mengartikan kurikulum …all the experiences of childler for which the school accepts respobility 3 kurikulum adalah segala pengalaman murid dibawah naungan tanggung jawab sekolah
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: 1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulya; 2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3) Kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi; 4) Kelompok mata pelajaran estetika; dan 5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan.
Struktur kurikulum
E. ARGUMENTASl
KTSP yang diberlakukan Depertemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) sesungguhnya dimaksudkan untuk mempertegas pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Artinya, kurikulum yang baru ini tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.
Sebagaimana diketahui bahwa pemberlakukan KTSP tidak melalui uji publik maupun uji coba, karena kurikulum ini telah diujicobakan melalui KBK yang diterapkan ke beberapa sekolah yang menjadi pilot project.
Fasli Jalal berpendapat bahwa pemberlakuan Kurikulum 2006 tergantung analisis Mendiknas. Namun, kurikulum ini hanya akan diterapkan di kelas 1 di semua jenjang. Selain itu, hanya sekolah yang siap, yang menerapkan kurikulum baru ini. Kesiapan sekolah ini ditandai dengan ketersediaan sarana dan prasarana, pengalaman menerapkan KBK, dan rasio murid. Pengalaman menerapkan KBK dapat menjadi bekal suatu sekolah untuk menerapkan kurikulum baru ini dan diharapkan tahun 2009, semua sekolah telah menerapkan kurikulum ini.
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan-kelebihan masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat di mana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut hemat penulis KTSP yang direncanakan dapat diberlakukan secara menyeluruh di semua sekolah-sekolah di Indonesia pada tahun 2009 itu juga memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 2004 atau KBK.
Kelebihan-kelebihan KTSP
Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah pedesaan. Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan keunggulankhas yang ada di daerahnya. Sebagai implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada
Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan. Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan. Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) Beragam dan terpadu; (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) Menyeluruh dan berkesinambungan; (6) Belajar sepanjang hayat; (7) Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu memungkinkan sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnyaSekolah-sekolah tersebut tidak hanya menjadikan materi bahasa Inggris dan kepariwisataan sebagai mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu menjadikan mata pelajaran tersebut sebagai sebuah ketrampilan. Sehingga kelak jika peserta didik di lingkungan ini telah menyelesaikan studinya bila mereka tidak berkeinginan untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi mereka dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh di bangku sekolah. KTSP ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya. KTSP juga tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya. Di samping itu yang harus digarisbawahi adalah bahwa yang akan dikeluarkan oleh BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi tepatnya Pedoman Penyusunan Kurikulum 2006.
KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%. Dengan diberlakukannya KTSP itu nantinya akan dapat mengurangi beban belajar sebanyak 20% karena KTSP tersebut lebih sederhana. Di samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi. Meskipun terdapat pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa. Pengurangan jam belajar siswa tersebut merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini dapat dikatakan cukup unik, karena selama bertahun-tahun beban belajar siswa tidak mengalami perubahan, dan biasanya yang berubah adalah metode pengajaran dan buku pelajaran semata. Jam pelajaran yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara 1.000-1.200 jam pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk siswa SD, SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap jm pelajaran, untuk SMP menjadi 40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit setiap jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan asumsi setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar.dan dalam seminggu tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.
Alasan diadakannya pengurangan jam pelajaran ini karena menurut pakar-pakar pendidikan anak bahwa jam pelajaran di sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Apalagi kegiatan belajar mengajar masih banyak yang terpaku pada kegiatan tatap muka di kelas. Sehingga suasana yang tercipta pun menjadi terkesan sangat formal. Dampak yang mungkin tidak terlalu disadari adalah siswa terlalu terbebani dengan jam pelajaran tersebut. Akibat lebih jauh lagi adalah mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Persoalan ini lebih dirasakan untuk siswa SD dan SMP. Dalam usia yang masih anak-anak, mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya. Suasana formal yang diciptakan sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran yang relatif lama, tentu akan memberikan dampak tersendiri pada psikologis anak. Banyak pakar yang menilai sekolah selama ini telah merampas hak anak untuk mengembangkan kepribadian secara alami.
Inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran untuk siswa perlu dikurangi. Meski demikian, perngurangan itu tidak dilakukan secara ekstrim dengan memangkas sekian jam frekwensi siswa berhubungan dengan mata pelajaran di kelas. Melainkan memotong sedikit, atau menghilangkan titik kejenuhan siswa terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat terlalu lama berkutat dengan pelajaran itu. Dapat dikatakan bahwa perberlakuan KTSP ini sebagai upaya perbaikan secara kontinuitif. Sebagai contoh, kurikulum 1994 dapat dinilai sebagai kurikulum yang berat dalam penerapannya. Ketika diberlakukan Kurikulum 1994 banyak sekolah yang terlalu bersemangat ingin meningkatkan kompetensi iptek siswa, sehingga muatan iptek pun dibesarkan. Tetapi yang patut disayangkan adalah SDM yang tersedia belum siap, sehingga hasilnya hanya sekitar 30% siswa yang mampu menerapkan kurikulum tersebut.
KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi angin segar pada sekolah-sekolah yang menyebut dirinya nasional plus. Sekolah-sekolah swasta yang kini marak bermunculan itu sejak beberapa tahun terakhir telah mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut gembira.
Kehadiran KTSP ini bisa jadi merupakan kabar baik bagi sekolah-sekolah plus. Sebagian sekolah-sekolah plus tersebut ada yang khawatir ditegur karena memakai bilingual atau memakai istilah kurikulum yang bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang semua bentuk improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan dalam KTSP.
Sebagai contoh, Sekolah High Scope Indonesia, sebelumnya sejak awal berdiri pada 1990 telah menggunakan kombinasi kurikulum Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Kendati mendapat lisensi dari AS, namun pihaknya tetap mematuhi kurikulum pemerintah. Caranya dengan mematuhi batas minimal, namun secara optimal memberikan penekanan pada aspek-aspek tertentu yang tidak diatur oleh kurikulum. Misalnya tetap memberikan materi Bahasa Indonesia, namun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama.
Kelemahan-kelemahan KTSP
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelamahan. Sebagai konsekuansi logis dari penerapan KTSP ini, setidak-tidaknya menurut penulis terdapat beberapa kelemahan-kelamahan dalam KTSP maupun penerapannya, di antaranya adalah sebagai berikut:
Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Pola penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukkan masih banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP.
Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan. Masih rendahnya kuantitas guru yang diharapkan mampu memahami dan menguasai KTSP dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh. Jika tahapan sosialisasi tidak dapat tercapai secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP secara nasional yang targetnya hendak dicapai paling lambat tahun 2009 tidak memungkinkan untuk dapat dicapai.
Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia pendidikan. Selain menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP juga mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP terkait pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional. Untuk memperoleh tunjangan profesi dan fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh, pelajaran Sosiologi untuk kelas 1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP maupun kurikulum sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi diajarkan selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya mendapat jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada kurikulum lama, pelajaran Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi pada KTSP menjadi tiga jam pelajaran. Sementara itu masih banyak guru yang belum mengetahui tentang ketentuan baru kurikulum ini. Jika KTSP telah benar-benar diberlakukan, para guru sulit memenuhi ketentuan 24 jam mengajar agar bisa memperoleh tunjangan.
Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan KTSP hanya akan makin menambah daftar carut marutnya pendidikan di Indonesia.

PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME (Tugas Akhir Short Course bagi Dosen PGSD/MI di UPI Bandung 28 Pebruari 2008)

A. Rasional
Teori Konstruktivisme dikembangkan berdasarkan gagasan Piaget dan Lev Vigotsky (Slavin;1994:225) kedua ahli tersebut mengemukakan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsep yang telah difahami sebelumnya dolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Pengetahuan yang dikonstruksi secara kolaborasi antara indvidu yang berinteraksi dengan lingkungan. Yang selanjutnya kondisi tersebut dIsesuaKan oleh Individu itu sendiri. Proses penyesuaian tersebut sejajar dengan pengkonstruksian pengetahuan pada setiap individu. Teori ini memandang bahwa belajar adalah proses di mana siswa secara terus menerus memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan aturan lama dan selanjutnya merevisi aturan tersebut jika tidak sesuai lagi (Slavin1994: 225). Jadi konstruktivisme merupakan kegiatan melihat pembelajaran dari sudut pandang pemerosesan informasi.
Ada banyak kelebihan pendekatan konstruktivisme yaitu: siswa membangun pengetahuan dalam fikirannya sendiri. Guru membantu proses pembangunan agar siswa dapat memahami informasi dengan cepat. Di samping itu guru menyadarkan pada siswa bahwa mereka dapat menggunaan strateginya sendiri dapat membangun makna. Siswa berupaya memperoleh pemahaman yang tinggi dan guru membimbingnya. Adapun misi utama pendekatan konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi pembentukan kembali dan melakukan transformasi informasi yang diperolehnya sebagai pengetahuan yang baru.
Dalam pendekatan ini belajar merupaan suatu proses untuk memahami makna baru yang dibangun oleh siswa dalam konteks pengetahuannya yang mutakhir (Cox dan Zarillo: 1993:6). Membaca pemahaman merupakan suatu proses yang dilakukan siswa dalam membangun pemahaman baru secara aktif dengan berinteraksi pada lingkungan dan mereka dapat memodifikasi konsep-konsep baru yang diterimanya sesuai dengan perspektifnya. Prinsip yang paling esensial dalam pendekatan ini adalah siswa memperoleh pengetahuan yang banyak di luar sekolah. Oleh karena tu pendidikan di sekolah seharusnya memperhatikan dan menunjang proses alamiah tersebut. (Dahar 1988:193).
Pembelajaran membaca pemahaman dengan pendekatan konstruktivisme dilaksanaan dengan memberikan siswa kesempatan mengobservasi lingkungan benda-benda kegiatan-kegiatan atau gambar yang berhubungan dengan bacaan. Siswa diberikan kebebasan membaca bebas bahan yang disediakan. Selanjutnya sswa diminta memahaminya sesuai dengan perspektifnya masing-masing (Wilson;1996:229). Tugas guru adalah membantu siswa memahami konsep-konsep yang sukar dengan menggunaan gambar atau didemonstrasikan (Slavin1994: 229).
Wilson (1996:26) menyatakan bahwa aktivitas siswa dalam model pembelajaran konstruktivisme adalah (1) mengobservasi (2) menyusun interpretasi (3) kontekstualisasi (4) masa belajar keahlian kognitif (5) kolaborasi (6) interpretasi ganda (7) manifestasi ganda. Sedangan menurut Suparno (1997:49) berpendapat bahwa prinsip-prinsip konstruktivisme dalam belajar adalah: (1) pengetahuan dibangun sendiri oleh pembelajar baik secara personal maupun sosial (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa kecuali hanya dengan keaktifan pembelajar tu sendiri untuk bernalar (3) pembelajar aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep lebih rinci lengap dan sesuai dengan konsep ilmiah. Dan (4) guru membantu menyediakan sarana dan stas agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Pendekatan konstruktivisme merupakan salah satu alternatif pendekatan dalam pembelajaran membaca pemahaman di sekolah dasar. Pendekatan ini menekankan peranan pembelajar secara aktif dan kreatif. Melalui prosesif dan kreatif inilah diharapkan pembelajar memperoleh prestasi hasil belajar yang baik sesuai dengan harapan yang telah ditetapkan (Depdibud;1995/1996:17). Sejalan dengan tujuan pembelajaran kurikulum bahwa pembelajaran membaca pemahaman agar siswa memiliki kegemaran dan keterampilan membaca serta meningkatkan pengetahuan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan pembelajaran membaca pemahaman di madrasah ibtidaiyah kelas V adalah (1) siswa mampu membaca teks bacaan dan menyimpulkan snya dengan kata-kata sendiri dan (2) siswa mampu membaca teks bacaan secara cepat serta dapat mencatat gagasan-gagasan utama.
Kemampuan membaca pemahaman siswa sekolah dasar di lndonesia paling rendah se ASEAN. lnformasi ini dapat kita baca pada hasil lAEA (The lnternational Association Evaluation Achievement). Siswa sekolah dasar lndonesia menduduki urutan ke 29 dar 30 negara peserta (Totong 1997:9). Adapun dugaan penyebab rendahnya kemampuan membaca tersebut adalah disebabkan kurangnya minat membaca siswa. Dan adanya kelompok yang tergolong tidak memiliki kemampuan membaca adalah disebaban oleh kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran membaca yang tepat. Di samping itu kurang memadainya sarana peralatan yang mendukung pembelajaran membaca.
Upaya peningkatan pembelajaran membaca pemahaman adalah dengan rancangan model pembelajaran konstruktvisme. Model pembelajaran ini diharapan dapat membantu pemahaman pengetahuan yang terdapat dalam bacaan dan merupakan model pembelajaran yang paling efektif dan efisien. Pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman dalam metode konstuktivisme harus disesuaikan dengan fasilitas pengetahuan dan kemampuan sistem pendidikan yang berlaku. Hal itu terjadi arena pendekatan konstruktivisme menggunaan teori belajar konstruktivis dan prinsip pembelajarannya disesuaian dengan situasi. Dalam pelaksanaan tersebut siswa dituntut aktif belajar dengan mengobservasi menginterpretasi berkolaborasi dan diusahakan mampu memahami sendiri wacana yang dibaca sesuai dengan skemata yang dimiliki dan perspektif yang dipakai untuk menginterpretasi bacaan tersebut.
Pada umumnya pembelajaran membaca diawali dengan guru menentuan bahan bacaan. kemudian secara klasikal guru memerintah siswa membaca bahan bacaan yang ditentukan selanjutnya siswa diminta membaca secara individual. Setelah itu guru menugasi siswa untuk menjawab peratanyaan secara tertulis tentang isi bacaan yang terdapat dalam bacaan. Hasil jawaban tersebut digunakan sebagai penilaian hasil membaca pemahaman siswa. Hasil pemahaman saat baca diketahui hasilnya sangat baik. Namun hasil pasca baca guru tidak dapat melakukan pelacakan hasilnya dengan baik. Hal tersebut dikarenakan jumlah siswa dalam kelas tersebut sangat besar sedangkan waktu yang tersedia sangat sedikit.
Usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran membaca pemahaman di MI terteliti perlu dilakukan penelitian tindakan dengan pendekatan konstruktivisme yang diakui telah memiliki kelebihan seperti tersebut di depan. Oleh karena itu penelitian ini di lakukan dengan harapan mampu mengatasi hambatan guru dan siswa dalam pembelajaran membaca di kelas V MI RH Samb. Kidul Kotaanyar Probolinggo
B. Rumusan Masalah dan Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah yang diteliti adalah "bagaimana menggunakan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran membaca pemahaman di kelas V MI Raudlatul Hasaniyah Sambirampak Kidul Kotaanyar Probolinggo Jatim". Kemudian berdasarkan masalah tersebut maka tujuan yang ingin dicapai oleh Penulis adalah mendeskripsikan dan menggembangkan penggunaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran membaca pemahaman kelas V di MI Raudlatul Hasaniyah sambirampak Kidul Kotaanyar Probolinggo Jawa Timur
C. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah (1) manfaat teoritis yaitu dapat memberikan sumbangan bagi teori pembelajaran bahasa lndonesia di MI khususnya pembelajaran pemahaman. (2) sedangkan manfaat praktis yaitu bagi guru pendekatan ini dapat bermanfaat sebagai masukan pengetahuan dan pengalaman praktis dalam melaksanakan pembelajaran membaca pemahaman serta bagi peneliti bermanfaat sebagai masukan pengetahuan dan dapat membandingkannya dengan pendekatan lain serta dengan berbagai kemungkinan penerapannya.
D. Sistematika Penulisan
Sistematikan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: bab pertama pendahuluan. Bab ini membahas tentang rasionalisasi atau yang melatar belakangi adanya penelitian, rumusan masalah dan tujuan penelitian serta manfaat penelitian.
Bab Kedua adalah Landasan Teoretis. Bab ini membahas tentang konsep-konsep yang meliputi: konsep konstruktivisme, konsep perkembangan kognitif dan konsep tentang membaca pemahaman.
Bab Ketiga adalah Metode Penelitian yang meliputi: rencana penelitian, kegiatan prapenelitian, kegiatan pelaksanaan penelitian, tahap pengamatan, tahap refleksi, pasca penelitian, data dan sumber data, serta teknik pengumpulan data.
Bab Keempat Pembahasan/Analisis.
Bab Kelima Kesimpulan dan Rekomendasi